Pulsanya Terpotong, Konsumen Gugat Telkomsel Rp 1 Miliar
Gara-gara pulsa terpotong secara otomatis, seorang konsumen Telkomsel melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tak tanggung-tanggung, konsumen bernama Roni Pangindangan ini menuntut PT Telkomsel untuk membayarkan ganti rugi sebesar Rp 1 miliar. Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menjadi turut tergugat.
Perkara yang terdaftar dengan nomor 230/PDT.G/2014/PN.JKT.SEL ini bermula saat Roni berlangganan paket internet bulanan dengan biaya senilai Rp 50.000 pada 22 Februari 2014. Tetapi, sebelum habis masa berlaku, paket tersebut dihentikan.
Roni kembali mengisi pulsa senilai Rp 100.000 untuk paket internet diperpanjang. Namun, Roni mengaku kaget karena pulsanya terpotong Rp 87.000. Penggugat pun mencoba melapor ke customer service Telkomsel, tetapi akhirnya menilai laporannya tidak ditanggapi dengan baik.
Setelah menilai tidak ada iktikad dari Telkomsel, Roni melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 21 April 2014. Rencananya, hakim ketua Imam Gultom akan memberikan putusan pada 9 April.
Kuasa hukum Roni, Freddy Ales Damanik, menyatakan, kliennya tidak pernah menggunakan internet setelah masa paket habis pada tanggal 22 Maret, atau sebulan setelah berlangganan paket. "Telkomsel mencari alasan bahwa tanggal 23 Maret Roni menggunakan internet selama dua menit, masa habiskan pulsa Rp 87.964," ucap Freddy kepada Kontan, Minggu (22/3/2015).
Freddy menuturkan, banyak kejadian serupa yang dilakukan operator telekomunikasi terhadap konsumen. "Pemotongan pulsa secara otomatis memang terkesan sepele, namun tetap saja kami ingin memperjuangkan hak konsumen," ujar Freddy.
Staf legal Telkomsel, Dimas, yang ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pekan lalu, tidak mau berkomentar, begitu pula Corporate Communication Telkomsel Adita Irawati.
Sumber: KOMPAS.com
Untuk Sembunyi, Ibu Ini Bayar Rp 100 Juta ke Polisi
Tangan kiri Laura terikat tali plastik dengan tangan kanan Mateus Siubelan. Pada Rabu, 18 Maret 2015, penyidik Polda Nusa Tenggara Timur memeriksa keduanya dengan tuduhan pelaku perdagangan manusia (trafficking).
Polisi menyebut keduanya buron selama dua bulan setelah sebelumnya ditangkap oleh penyidik di Polda. Namun Laura memprotes penangkapan ini. "Harusnya saya tidak ditangkap lagi karena saya sudah berikan uang ke polisi," kata ibu rumah tangga ini kepada wartawan.
Dia mengaku memberikan Rp 100 juta kepada polisi di Polda NTT. "Setelah memberi uang, saya lari untuk bersembunyi," katanya. Dia jengkel karena diperas oleh oknum petugas di kepolisian.
Kepala Satuan Tugas (Satgas) Trafficking Polda NTT Komisaris Besar Cecep Ibrahim mengatakan tersangka masuk daftar pencarian orang selama dua bulan ini. "Mereka telah menjalankan bisnis perdagangan orang ini sejak 2013," katanya.
Terkait dugaan keterlibataan oknum polisi di Polda NTT, kata Cecep, pihaknya akan memproses tuntas. "Kami akan menindak tegas anggota polisi maupun masyarakat yang terlibat kasus ini," ujarnya.
Polisi telah menyita sejumlah dokumen berupa paspor, buku rekening, dan kartu tanda penduduk tenaga kerja di bawah umur yang akan dikirim ke luar negeri. Berkas kasus dinyatakan lengkap dan akan diserahkan ke Kejaksaan Tinggi NTT.
Sumber: TEMPO.CO
Langganan:
Postingan (Atom)