Tak Ada Bukti Narkoba, Mengapa Edih Dipenjara 10 Tahun?


Edih Kusnaedi (33) mungkin kini hanya bisa menatap lekat-lekat dinding penjara selama 10 tahun. Sebab dirinya dijebloskan ke penjara tanpa ada bukti satu gram pun narkoba yang dituduhkan kepadanya.

Tragedi hukum yang dialami Edih saat dirinya ditelepon teman lamanya, Iswandi pada 13 Mei 2011. Dalam percakapan itu, Iswandi mau mengajak bertemu di bilangan Gadjah Mada, Jakarta Pusat. Tanpa curiga, Edih yang sehari-hari sebagai marketing asuransi ini mengiyakan. Sesampainya di lokasi yang disepakati, Edih langsung dibekuk aparat kepolisian dan digelandang ke Polda Metro Jaya.

Di sinilah susunan cerita versi polisi dibangun. Edih diminta mengaku hendak bertransaksi sabu dengan Iswandi yang memesan sabu ke Riki. Edih sendiri bertemu dengan Iswandi setelah di sel Polda Metro Jaya. Di sel Polda ini juga Edih bertemu dengan Kurniawan yang kicauannya senada dengan kicauan Iswandi.

Meski penuh kejanggalan, Edih dihukum 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) dan dikuatkan hingga tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung (MA) pada 18 Oktober 2012. Semua tuduhan hanya mendasarkan kepada kicauan Iswandi.

"Sangatlah berbahaya jika Mahkamah Agung menerima suatu keterangan yang pada dasarnya adalah tindak pidana. Namun keterangan tersebut tidak ada dalam dakwaan sebelumnya dan tidak pernah dibuktikan kebenarannya dalam persidangan," kata Kepala Divisi Kajian Hukum dan Kebijakan Peradilan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Arsil kepada detikcom, Jumat (10/10/2014).

Hingga proses kasasi selesai, pihak kepolisian tidak bisa menunjukkan bukti SMS atau telepon soal pemesanan sabu dari Edih ke Riki. Selain itu, Edih juga belum pernah sama sekali menyentuh sabu yang dituduhkan polisi tersebut. Namun majelis hakim di tingkat pertama, banding dan kasasi mengamini seluruh kicuan Iswandi. Di mana Iswandi juga menjadi terdakwa di kasus itu.

"Hal ini membuka peluang yang sangat besar terjadinya manipulasi keterangan dikemudian hari dalam perkara-perkara lainnya semata agar terdakwa dapat dihukum," ujar Arsil.

Meski logika penghukuman loncat-loncat, tapi majelis hakim tetap menghukum Edih selama 10 tahun penjara. Duduk sebagai ketua majelis kasasi hakim agung Prof Dr Komariah Emong Sapardjaja dengan anggota Sri Murwahyuni dan Suhadi.

"Di sini majelis hakim seakan melakukan loncatan kesimpulan (jumping conclussion)," cetus Arsil.

Sumber: detikNews