Diadili Tanpa Barang Bukti


Edih Kusnadi, warga serpong Tangerang yang dituduh menjadi bandar narkoba, disiksa polisi, dipaksa mengaku lalu dijebloskan ke penjara.
   
Semua itu dilakukan penegak hukum tanpa ada barang bukti dari tersangka Edih. Sialnya lagi fakta-fakta hukum yang diajukan Edih tak digubris dan hakim memberinya vonis 10 tahun penjara. Memang lebih ringan dari tuntutan jaksa yang 13 tahun, tapi Edih tetap tidak terima karena merasa tidak bersalah. Dia mengajukan banding namun dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi DKI mengajukan kasasi namun ditolak, Ia mendekam di Rutan Cipinang.

Ditemui di Rutan Edih yang sangat menderita itu menyampaikan kronologi kasusnya. Dia menganggap kasusnya itu direkayasa oleh polisi “SAYA MOHON BANTUAN AHLI-AHLI HUKUM UNTUK MEMBANTU MEMBONGKAR REKAYASA KASUS INI” katanya. Sedihmya lagi, dan Edih tidak habis pikir mengapa hakim menjatuhkan vonis 10 tahun atas keterangan satu orang saksi. Padahal dia dituduh mau terima narkoba, ditangkap tanpa barang bukti. Saksi tersebut adalah iswadi yang ditangkap tangan membawa narkoba.
   
Kasus ini bermula ketika Edih ditangkap di jalan Gajah Mada jakarta pusat, pada 14 mei 2011 “saya dituduh mau terima narkoba dari iswadi, tapi saya ketemu iswadi di polda. Tidak ada barang bukti narkoba di saya maupun di kendaraan saya tetapi dibawa ke polda” kata Edih.
   
Sebelumnya polisi sudah menangkap dua orang, Iswadi Chandra alias kiting dan Kurniawan alias buluk. Ditemukan barang bukti sabu 54 gram yang sudah dicampur tawas, dia mendapatkannya dari pulo gadung. Saya hanya mengenal Iswadi dan tidak kenal dengan Kurniawan, katanya.

Edih menduga dia ditangkap lantaran dijebak oleh Iswadi. Saat polisi menangkap Iswadi dan Kurniawan, kebetulan Edih menghubungi Iswadi, tapi tidak diangkat. Beberapa jam kemudian, Iswadi yang menghubungi saya terus untuk ketemu, karena mau ke kota, saya janjian saja ketemu sekalian untuk membicarakan pekerjaan asuransi. Saya bekerja di perusahaan asuransi, ujar dia.
   
“pada saat setelah penangkapan, sebelum dites urine, saya dikasih makan dan minum kopi 2 kali bersama kurniawan. Hasilnya positif tapi samar samar. Saya menduga itu direkayasa polisi memasukan amphetamine ke dalam minuman saya. mereka kesal karena dinilai saya tidak kooferatif, kata Edih.
   
Edih mengatakan ia mempunyai hasil rontgen dan surat dokter dari poliklinik Bhayangkara yang menyatakan bahwa lengannya patah.
   
Seluruh isi vonis hakim pengadilan Negeri Jakarta Timur itu dianggapnya tak masuk akal. AMAR PUTUSAN “MENYATAKAN TERDAKWA EDIH SECARA SAH DAN MEYAKINKAN BERSALAH TANPA HAK ATAU MELAWAN HUKUM MENERIMA NARKOTIKA SEBANYAK LEBIH DARI 5 GRAM MELALUI PEMUFAKATAN JAHAT” Ini aneh sekali, saya menyentuh barang itu saja tidak, apalagi menerimanya. Barang bukti dari saya sebuah ponsel, tidak ada sms atau pembicaraan tentang narkoba di dalamnya. Ini sungguh tidak adil, kata Edih.
   
Sementara dalam pertimbangannya majelis menyatakan: MENIMBANG BAHWA WALAUPUN PADA SAAT TERDAKWA DITANGKAP, TERDAKWA BELUM MENERIMA SABU YANG DIPESANNYA TERSEBUT, MENURUT HEMAT MAJELIS HAL ITU DIKARENAKAN TERDAKWA KEBURU DITANGKAP OLEH PETUGAS. DAN WALAUPUN TERDAKWA MEMBANTAH BAHWA DIRINYA TIDAK PERNAH MEMESAN SABU PADA ISWADI MAUPUN RIKI, NAMUN BERDASARKAN BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN URINE NO B/131/V/2011/DOKPOL YANG DIBUAT DAN DITANDATANGANI OLEH dr. BAYU DWI SISWANTO TERNYATA URINE TERDAKWA POSITIF MENGANDUNG AMPHETAMINE”. Sedangkan terdakwa tidak pernah mengajukan dari pihak yang berkompeten.
   
Saya dites urine 22 jam setelah ditangkap, sempat dikasih makan dan minum kopi 2 kali, saya menduga mereka mencampurkan amphetamine ke dalam kopi saya. Bagi saya tidak masuk akal ada benda itu dalam urine saya karena saya tidak menkomsumsi narkoba. Kata Edih lagi. Dia cuma berharap para hakim bertindak adil dan mendengarkan keluhannya dan membebaskannya. “karena seratus persen saya tidak bersalah” tutupnya.


Komentar untuk Kasus Edih Kusnadi

Dalam pemeriksaan, Terdakwa tidak mengakui bahwa paket narkotika yang sebelumnya dikuasai oleh Iswadi dimaksudkan untuk diserahkan kepadanya, ia juga tidak mengakui bahwa maksud dan tujuannya akan bertemu dengan Iswadi adalah untuk melakukan serah terima narkotika tersebut, namun untuk alasan lainnya. Ia membantah seluruh keterangan Iswadi yang menyatakan barang bukti tersebut akan diserahkan kepadanya. Terdakwa juga menolak keterangan baik Iswadi maupun Kurniawan yang menyatakan bahwa sebelumnya Terdakwa pernah sebanyak 4 kali dalam waktu yang berbeda menerima paket.
   
Agak takjub membaca putusan kasus narkotika ini. Seorang terdakwa akhirnya dijatuhi hukuman penjara 10 tahun dengan bukti yang sangat minim. berikut ringkasan dan catatan saya atas putusan ini. ( Arsil LeIP )

http://krupukulit.wordpress.com/2014/05/04/10-tahun-untuk-perkara-dengan-bukti-minim/

http://nasima.wordpress.com/2013/02/10/perkara-narkotika-timpangnya-neraca-keadilan/