Polisi Siksa Hamsani Sampai Buang Air Besar Agar Mengaku Pengedar Narkoba


Cerita-cerita penyiksaan polisi supaya orang yang ditangkap mau mengakui perbuatan sesuai selera polisi terus terkuak. Salah satunya cerita dari Kotabaru, Kalimantan Selatan. Herri Budiarto (38) disiksa polisi di luar batas kemanusiaan, bahkan sampai buang air besar di celana.

Seperti dilansir website Mahkamah Agung (MA) yang dikutip detikcom, Rabu (12/2/2014), kasus bermula saat polisi menangkap Hamsani di rumahnya di Serongga, Desa Pelajau Baru, RT 013/001, Kecamatan Kelumpang Hilir, Kotabaru pada 19 Februari 2010 lalu. Saat ditangkap, polisi mendapatkan 8 paket sabu yang disembunyikan di Guci dan celana dalam.

Sehari setelah penangkapan Hamsani, polisi lalu menangkap anak Hamsani, Herri. Versi polisi dan jaksa, ayah-anak itu sama-sama menjadi pengedar narkoba. Benarkah demikian?

Ternyata setelah digelar sidang pengadilan untuk mencari kebenaran seadil-adilnya, terungkaplah jika dakwaan jaksa dan polisi hanya tuduhan belaka. Hamsani mengakui jika dia memakai narkoba jenis sabu yang dibeli dari Gondrong alias Boy.

Tetapi Hamsani disiksa polisi untuk menyebutkan nama siapa saja yang memakai sabu yang dijualnya.

"Saya dipukuli dan diinjak-injak sampai saya keluar air besar," kisah Hamsani.

Atas siksaan itu, Hamsani tidak tahan sehingga keluar nama anaknya, Herry. Apalagi Hamsani juga mau ditembak polisi jika tidak menunjukkan siapa pemakai narkoba lainnya.

"Saya bilang punya Gondrong saja, tetapi polisi sudah tidak percaya," tutur pria yang sehari-hari bekerja sebagai petani itu.

Penyiksaan ini dilihat oleh adik iparnya, Sucipto. Saat kejadian, Sucipto ada di rumah Hamsani karena mau menagih utang. Saat waktu mau masuk magrib, dia melihat sekelompok anggota polisi berpakaian preman memasuki rumah dan langsung memborgol Hamsani.

"Hamsani ditendang, dipukul, dihantam, diinjak sampai terberak-berak dan diancam dengan pistol," cerita Sucipto.

Padahal, pada saat penangkapan Hamsani, Herri tengah tiduran di rumahnya. Malamnya dia mendengar ayahnya ditangkap dan disiksa, Herri pun tidak tega dan akhirnya mengaku sebagai pemilik sabu itu.

Itupun setelah polisi memberikan bogem mentah berkali-kali ke muka dan tubuh Herri.

"Saat di BAP dan didampingi penasihat hukum, saya tidak membatalkan keterangan karena stres sehingga saya tidak mengerti," kata Herri yang berdagang kain keliling itu.

Meski proses hukum penuh penyiksaan, jaksa tetap menuntut Herry selama 8 tahun penjara. Namun Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru berkata lain. Majelis hakim yang terdiri Tri Wahyudi, Yunita Hendrawati dan Liliek Fitri Handayani membebaskan Herri.

"Membebaskan Herri Budiarto, memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya," putus ketiganya pada 20 Juli 2011.

Sumber: detikNews