Fakta Baru di Balik Kasus JIS


Maret lalu, dunia pendidikan Indonesia dikejutkan dengan adanya kasus kejahatan seksaul kepada anak di Taman Kanak-Kanak Jakarta International School (TK JIS). Hingga kini, ada dua anak TK sebagai korban pelecehan seksual; dan sudah ditetapkan enam tersangka (satu orang ditemukan tewas sebelum ditetapkan sebagai tersangka), kesemuanya adalah karyawan alih daya PT ISS Indonesia, mereka ditempatkan di sekolah JIS sebagai cleaning service.

Dari menjelajahi informasi di media-media online terkait kasus ini, sementara ini ada tiga poin yang dapat disimpulkan. Poin-poin ini bila ditelusuri lebih jauh bisa menjadi benang merah dalam mengungkap fakta yang lebih besar dari informasi berita yang telah muncul ke publik.

Pertama, tentang adanya rekayasa terhadap kasus tersebut. Kedua, adanya komersialisasi korban berinisal MAK yang dilakukan oleh Ibu Korban, yakni Theresia Pipit Cronen, demi mendapatkan uang Rp 1,5 Miliar dari JIS. Ketiga, adanya tindak kekerasan atau penganiayaan oleh penyidik kepolisian terhadap terdakwa, bahkan salah satu di antaranya, Azwar, meninggal dunia.

Mengenai poin pertama, dari keterangan ibu korban MAK saat memberikan kesaksian di pengadilan bertolak belakang dengan fakta yang terjadi pada anaknya. Ibu Korban Theresia Pipit Widowati Kroonen mengatakan, setelah mengalami kekerasan seksual oleh Azwar, Syahrial dan Zainal pada tanggal 17 Maret 2014 pukul 10.00 WIB anaknya mengalami trauma berat pada tanggal 18-20 Maret 2014.

Namun berdasarkan foto di JIS pada 20 Maret lalu, yang diajukan pengacara terdakwa kepada majelis hakim pada sidang 24 September lalu, memerlihatkan kondisi MAK tampak ceria sedang bermain dengan teman kelasnya. Korban sama sekali tidak menunjukkan trauma seperti yang disampaikan ibu korban.

Kejanggalan lainnya, pada 21 Maret 2014 pukul 10.00 WIB, disebutkan bahwa korban MAK kembali mengalami kekerasan seksual oleh empat orang yaitu Azwar, Zainal Abidin, Virgiawan dan Syahrial.

Akan tetapi, dari keterangan foto di JIS tertanggal 21 Maret pukul 11.37 WIB, MAK sedang bermain di dalam kelas dengan rona wajah gembira. Jadi, sangat tidak masuk akal seorang anak yang mengalami kekerasan seksual bisa tersenyum ceria hanya satu jam setelah kejadian, kebenaran dari foto-foto yang disampaikan pengacara kepada majelis hakim dapat diverifikasi dan diuji forensik.

Kedua, tentang hasil uji laboratorium klinik SOS Medika pada 22 Maret 2014 yang tidak menemukan adanya penyakit seksual menular pada korban. Pada diri korban memang ditemukan adanya virus herpes, tapi penyakit ini tidak disebabkan oleh tindakan seksual.

Hasil uji SOS itu juga diperkuat dengan hasil visum RSCM dan RSPI menyatakan tidak ada kerusakan dalam alat pelepas korban MAK, bernomor visum RSCM Nomor 183/IV/PKT/03/2014 25 Maret 2014.

Di situ disebutkan bahwa pada pemeriksaan terhadap lubang pelepas korban MAK yang berusia enam tahun tidak ditemukan luka lecet atau robekan, lipatan sekitar lubang pelepas tampak baik dan kekuatan otot pelepas baik.

Sayangnya, fakta-fakta medis ini tidak banyak terungkap ke publik. Padahal dengan hasil uji laboratorium dari klinik SOS Medika tanggal 22 Maret 2014 seharusnya kasus ini selesai. Menurut kuasa hukum terdakwa Virgiawan, Patra M Zen, dugaan rekayasa kasus ini sangat serius, karena itu harus menjadi perhatian negara dan para penegak hukum.

Poin kedua yaitu tentang adanya dugaan komersialisasi kasus JIS. Dari gugatan perdata ibu korban, yaitu Theresia Pipit Widowati Kroonon, dapat terlihat ada maksud terselubung Ibu Pipit kepada pengelola JIS dan Kemendikbud yang bermotif komersial. Jika sebelumnya tuntutan hanya senilai 12 juta dolar AS, tiba-tiba menjadi 125 juta dolar AS atau setara dengan Rp 1,4 Triliun. Peningkatan secara signifikan gugatan perkara perdata ini patut diperhatikan.

Poin ketiga adalah adanya intimidasi atau tindak kekerasan yang dilakukan penyidik kepolisian kepada para terdakwa. Bahkan, tewasnya salah seorang terdakwa, Azwar (AZ), diduga akibat intimidasi tersebut.

Seorang terduga pelaku yang masih dalam proses pemeriksaan, Azwar ditemukan tewas yang diduga bunuh diri di toilet unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu 26 April 2014.

Jika ditelisik, ada beberapa kejanggalan dari pernyataan Kabid Humas Polda Kombes Rikwanto dan Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Heru Pranoto ketika menggelar jumpa pers di kantor Ditreskrimum, Sabtu, sekitar pukul 15.00 WIB, dengan menampilkan dan menjelaskan peran lima tersangka kekerasan seksual siswa JIS. Dalam jumpa pers itu tak ada nama AZ. Pihak polda menyatakan ada satu pelaku lain yang masih dilakukan pengejaran.

Menurut pengacara keluarga AZ, Irfan Fahmi, awalnya AZ sebatas saksi kasus ini. Dan baru pada Sabtu dini hari, pihak keluarga menerima surat penangkapan AZ dan selanjutnya AZ dibawa ke Mapolda Metro Jaya untuk diperiksa.

Fahmi mendatangi Unit PPA Mapolda Metro Jaya pada sekitar pukul 12.00 WIB. Namun, petugas PPA menyampaikan AZ tengah dibawa petugas lain, tidak jelas tujuan dibawanya. Di ruang PPA itu, Fahmi melihat pihak Ditreskrimum menggelar jumpa pers dengan menghadirkan lima tersangka. Karena menyangka jumpa pers tersebut berlangsung lama, Fahmi meninggalkan Unit PPA.

Fahmi kemudian menghubungi kerabat dan keluarga AZ untuk membantu memastikan ada atau tidak AZ di antara kelima tersangka yang dipublikasikan di sejumlah televisi itu. Dari merekalah Fahmi baru mengetahui jika AZ tidak ada di antara kelima tersangka yang dipublikasikan pihak Ditreskrimum itu.

Didapat kabar bahwa pihak keluarga AZ diminta mengubah BAP agar disesuaikan dengan penuturan AZ. Sungguh fenomena yang aneh jika pihak Polda meminta mengubah BAP. Pengubahan seperti ini memang kerap dilakukan polisi untuk “mengamankan” berbagai kasus. Apakah AZ memegang kunci atas kasus ini sehingga harus “diamankan”? Sebegitu cepatkah AZ bunuh diri di toilet Polda dengan minum cairan beracun forstek atau pembersih lantai kamar mandi?

Ada keanehan menurut pengakuan Andi Setiadi (32), tetangga AZ, wajah korban tampak lebam dan bibirnya pecah mengeluarkan darah. Andi ikut memandikan jenazah almarhum dan melihat wajah AZ. [Tribun News, 28/4/2014]. Pihak polisi telah mengklarifikasi soal ini. Namun yang jelas polisi lalai dalam menjaga saksi atau terduga saat dalam proses pemeriksaan.

Status tersangka yang baru dikenakan kepada AZ membuat keluarganya terkejut, sebab AZ tidak pernah menunjukan perilaku menyimpang. Rojali, paman AZ, mengatakan AZ sudah menjalin hubungan dengan seorang perempuan. Rencanannya mereka akan menikah setelah Idul Fitri 2014.[Tribun News, 28/4/2014].

Pasca tewasnya tersangka, muncul berita bahwa AZ melakukan kekerasan seksual tiga kali [Viva News]. Itu penyampaian dari polisi. Seharusnya tersangka yang sudah tewas, tidak pantas di-klaim pengakuannya.

Masih ada lagi fakta tindak kekerasan dari pihak penyidik kepolisian, seperti yang dituturkan Faizal Roni, pengacara terdakwa Afrischa. Faizal Roni menilai dari kesaksian Legal & External Affairs PT ISS, Agus Widodo, pada Senin, 13 Oktober 2014, 5 terdakwa yang notabene petugas kebersihan JIS itu sejak proses penyidikan dan berada di tahanan diduga mengalami intimidasi. Para terdakwa kasus JIS yakni Agun, Awan, Syarial, Zainal dan Icha. “Agus mengatakan saat wawancara pertama di Polda Metro (Polda Metro Jaya), ke-5 terdakwa memang mengakui perbuatan mereka. Tapi itu karena ada penyidik di belakangnya,” ujar Faizal.?

Dari keterangan Agus itu, menurut Faizal, dia beberapa kali menemui karyawan ISS tersebut di Polda Metro. Pada pertemuan 4 April silam, Agus melihat muka Agun Iskandar dan Virgiawan Amin lebam. “Karena ada penyidik jadinya mereka ngaku. Tapi, (terdakwa) Syahrial kasih kode dengan kedipan mata ke Agus yang intinya bilang bahwa mereka sebenarnya tidak melakukan tindak asusila itu,” ucap Faizal menirukan kesaksian Agus.?

Faizal menjelaskan, kode kedipan mata Syahrial kepada Agus ini dilakukan saat oknum penyidik polisi sedang lengah, sebab posisinya di belakang terdakwa saat pemeriksaan ketika itu. Menangkap isyarat itu, lanjut Faizal, Agus pun merencanakan untuk mengunjungi ke-5 tersangka di tahanan. “Nah saat menemui 5 tersangka di tahanan, para tersangka menegaskan dan bersumpah jika mereka tidak melakukan hal itu. Saat kunjungan itu Agus juga melihat wajah semua terdakwa lebam, bahkan muka Syahrial sempat tak dikenal Agus,” papar Faizal.

Sumber: KabarNet