Bicara Anti Korupsi Dikriminalisasi, Kasus JIS Dibuat Sunyi


Belum usai kasus kriminalisasi Wakil Ketua KPK dan ancaman pada petinggi KPK lainnya, kini muncul lagi isu tak sedap atas penggiat antikorupsi di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Deny Indrayana dipolisikan akibat perkataan ‘Jurus Mabuk’ yang dialamatkan kepada Komjen Budi Gunawan.

Tentu ini pukulan telak bagi kebebasan berbicara dan berekspresi, terlebih bagi kegiatan anti korupsi dan anti rekayasa kasus hukum. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai jika Denny bisa dipolisikan, maka para pegiat antikorupsi akan mengalami nasib yang serupa.

“Bola semakin bergulir, ada yang akan mengalami nasib serupa, kalau mengkritik akan dilaporkan,” ujar Koordinator ICW, Emerson Yunto kepada detikcom.
Adalah Pembela Kesatuan Tanah Air (Pekat) yang didampingi pengacara Komjen Budi Gunawan yang melaporkan Denny ke Polres Jakarta Barat semalam. Emerson menilai, setelah Deny mungkin ada lagi pegiat antikorupsi yang dilaporkan ke polisi.

“Tidak hanya pegiat antikorupsi tetapi pihak yang dianggap kritis pasti akan dikriminalisasi. Karena itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus mengambil tindakan tegas dan tidak melakukan pembiaran kriminalisasi kepada pegiat antikorupsi,” kata Emerson.

Kembalinya era otoriter

Apa yang dilakukan oleh Polisi ini mengingatkan kembali gaya Orde Baru yang mempolisikan kritikan yang dilontarkan masyarakat, terlebih kepada penguasa atau orang-orang yang merasa dekat dengan kekuasaan. Masa dimana hukum justeru menjadi monster mengerikan bagi rakyatnya, siapa bicara sembarangan pasti akan disikat habis.

“Kalau kekuasaan enggak suka nanti diberangus, proses kayak orde baru mengarah ke sana,” ujar anggota tim 9, Imam Prasodjo yang ikut berkomentar perihal penangkapan ini.

Sosiolog Universitas Indonesia (UI) ini mengatakan pemolisian Deny adalah ancaman terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi. Jika ini berlanjut, maka semua pengamat, hingga yang beropini akan dapat dipolisikan dengan merujuk kasus Deny.
“Yang terancam adalah semua orang yang mendapakan kebebasan berbicara dan berekspresi,” terangnya.

“Saya kira statement tidak harus dilaporkan. Jadi akan dibiarkan akan terancam semua sebuah kekebebasan pers berbicara dan semua kebebasan berpendapat,” kata Imam.

Sunyinya kasus JIS

Jika dalam kasus Mantan Wamenkumham, Denny Indrayana dipolisikan karena bicara apa adanya kepada publik sebagai pendapat orang yang mengerti hukum, maka dalam kasus JIS yang saat ini tengah menyidangkan Neil dan ferdi, 2 guru JIS yang dijadikan tersangka kasus ini juga tengah mengarah kepada kriminalisasi siapapun yang membicarakan materi sidang.

Sejak awal sidang atas kedua guru ini, Majelis Hakim melarang keras siapapun peserta sidang yang ikut untuk membicarakan materi dalam ruang sidang tanpa batas waktu. Bisa jadi, siapapun yang melanggar aturan itu, akan dipolisikan dan dikriminalisasi jika berani melanggar aturan itu.

Tak urung, larangan itu membuat suasana sidang yang semula ramai diikuti oleh jurnalis kini sepi peminat. Lumrah saja, tidak ada narasumber bersedia membeberkan informasi apapun terkait sidang yang terjadi.

Kuasa hukum korban, Patra M Zein tak bisa menerima aturan itu.

“Mesti ditanya ke Ketua Mahkamah Agung (MA), apa ada hakim larang pengacara untuk bicara ke publik,” kata Patra M Zen, di sela-sela sidang, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Selasa (6/1/2015).

Patra heran larangan yang disampaikan hakim ketua Nur Aslam Bustaman itu juga berlaku di luar ruang sidang tanpa batas waktu. Dia membandingkan dengan sidang perceraian artis yang bebas diumbar di publik.

Bercermin atas peristiwa yang terjadi pada Denny dan para tersangka JIS, kita patut khawatir bahwa Indonesia akan kembali terpuruk dari era kebebasan informasi kepada era otoritarianisme yang mengekang informasi dengan sel penjara. Jika ini terjadi, maka sia-sialah semua perjuangan para pejuang reformasi sebelumnya, khususnya dibidang kebebasan berkespresi dan berpendapat.

Sumber: http://hukum.kompasiana.com