Pengakuan Miris Ibu 90 Tahun Digugat Rp 1 M oleh Anak Kandungnya


Fatimah hanya bisa mengelus dada. Dia tak menyangka anak keempatnya yang dia besarkan dengan susah payah justru menjadi malapetaka di usia senjanya. Nenek berumur 90 tahun ini kini sedang digugat secara perdata oleh anak keempatnya bernama Nurhana dan suaminya, Nurhakim dengan gugatan Rp 1 miliar.

Kepada merdeka.com, Ibu Fatimah yang sudah sangat payah ini pun menceritakan kronologis mengapa anak keempatnya dan menantunya itu begitu tega menggugatnya. Fatimah pun mengungkapkan sejarah status kepemilikan tanah yang disengketakan anak kandung dan menantunya tersebut.

Menurutnya tanah dan rumah yang kini dia diami ini telah dibeli oleh suaminya (Almarhum Abdurahman) untuk menjadi tempat tinggal keluarganya. Tanah tersebut terletak di Jalan KH Hasyim Ashari, Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh, Tangerang.

Pandangan kosong Fatimah mulai meraba-raba peristiwa jual beli tanah yang terjadi di tahun 1987. Fatimah tidak ingat persis kapan waktu jual beli terjadi selain hanya tahun.

"Awalnya ini tanah milik menantu (Nurhakim). Jadi bapak (almarhum Abdurahman) beli tanah suaminya Nurhana si Nurhakim itu. Pas sudah sah jadi milik kita, Nurhakim diminta buat balik nama dia ogah karena alasan kekeluargaan. Masak sama menantu tidak percaya," ucap Fatimah yang baru saja terbaring di kamar tidur berukuran 2x2 meter.

Rohimah salah seorang anak Fatimah mengatakan bahwa dirinya saat itu juga menyaksikan transaksi jual beli tanah yang dilakukan ayahnya dan Nurhakim.

"Pas pembelian tahun 1987 sama dia (Nurhakim) juga kita yang lihat semuanya. Dia bahkan sudah menyerahkan sertifikatnya dan dia pergi ke Palangkaraya tuh karena dia kerja di sana sebagai petugas Lapas di Palangkaraya," ujar Rohimah.

Menurut Rohimah, Nurhakim tidak pernah mau balik nama dan setelah saksi-saksi jual beli meninggal, dia akhirnya menggugat tanah yang ditinggalinya bersama ibunya Fatimah. Padahal saat suaminya Muso masih hidup, Nurhakim tidak pernah menggugat masalah tanah.

"Suami saya tentara koramil 01. Pas suami saya meninggal baru ribut dah tuh dia mulai nagih dan juga gugat mulai dari kelurahan, Polres Tangerang ampe Kejati," ungkapnya.

Saat Rohimah menjelaskan keadaan tersebut, Fatimah pun berteriak memotong dengan emosi tidak mau mengakuinya sebagai anak lagi.

"Saya ga mau ngaku anaknya. Saya udah capek digugat sama dia. Anak macem apa dia gugat ibunya kaya gini, kurang ajar emang. Ngapa jadi begini yak. Kesel nyak," ujarnya.

Pada hari Jumat besok, Fatimah akan menjalani sidang lanjutan yaitu sidang pembuktian dengan dihampiri petugas Kejati. "Pengadilan pembuktian tanah bangunan jumat besok. Baru di putusin," ujarnya.

Menurut rohimah, Nurhakim berani menggugat tanah milik ibunya itu setelah suaminya meninggal dunia. "Tapi tanah ini mau diambil kembali. Awalnya minta rumah ini dibagi dua sama dia sama suaminya juga. Karena merasa sudah bayar ya saya ogah. Pada akhirnya saya sekarang dituntut," kata Fatimah dengan nada emosi.

"Awalnya pas ada suami Rohimah (Alm Muso) masih ada mah ga ada apa-apa. Nah pas salah mantu ibu si Muso meninggal dia terus minta tanah setelah 7 hari meninggal sampai saat ini," lanjut Fatimah.

Menurut Fatimah, Muso adalah salah satu saksi dari jual beli tanah antara almarhum suaminya dengan Nurhakim di tahun 1987. Selain Muso, saksi lainnya adalah anak tertuanya bernama Amin yang kini tidak diketahui rimbanya.

Dengan meninggalnya Abrdurahman dan Muso, otomatis tidak ada lagi saksi mata saat jual beli tanah seluas 397 meter itu.

Menurut Ammas yang merupakan anak ke 8 dari Fatimah, Nurhakim awalnya meminta Rp 20 juta lalu naik jadi Rp 50 juta sebagai ganti rugi telah dituruti.

"Dia selalu bilang nyak bohong sudah bayar. Akhirnya kita turuti tuh dia mau minta Rp 20 juta kita udah mau ngasih sebagai biaya tanah. Rp 50 Juta juga kita kasih, tapi tiba-tiba dia minta Rp 300 juta. Setelah kita ga bisa bayar kita dipanggil Kejati dan dituntut Rp 1 miliar," ujar Ammas.

Sumber: Merdeka.com