Waspadalah, Semua Orang Rawan Jadi Korban Rekayasa Polisi


PENANGKAPAN terhadap Reza Fahlevi (20), anggota Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kota Pekanbaru, yang dilakukan aparat Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pekanbaru, Sabtu (11/1/2014) dinihari, dengan tuduhan pelaku perampokan ATM Bank BNI, menambah coretan hitam di wajah kepolisian. Ternyata, tuduhan terhadap Reza hanyalah rekayasa aparat polisi. Rekayasa ini terungkap, karena ayah Reza juga merupakan anggota kepolisian, sehingga tidak ada peluang bagi polisi untuk terus memaksakan rekayasanya terhadap Reza.

Kalau saja ayah Reza bukan anggota kepolisian dipastikan kasus rekayasa ini tidak akan tertelanjangi. Karena selama ini, secara kelembagaan pihak kepolisian terkesan selalu mentolerir rekayasa kasus yang dilakukan aparatnya. Sehingga tidak ada peluang bagi korban rekayasa polisi untuk menyelamatkan diri dari jeratan hukum. Upaya praperadilan pun yang dilakukan korban nyaris hanya membuang-buang waktu, tenaga dan uang. Makanya, tidak sedikit korban rekayasa polisi hanya bersikap pasrah saja menerima perlakuan tidak beradab tersebut.

Kasus rekayasa polisi terhadap Reza diyakini tidaklah mengagetkan masyarakat. Bahkan sejak awal penangkapan Reza, dan penangkapan terhadap para pelaku kejahatan lainnya oleh polisi, masyarakat cenderung berprasangka buruk, bahwa pelaku yang ditangkap hanyalah korban rekayasa. Prasangka ini tidak datang dengan tiba-tiba, tapi berdasarkan pengalaman panjang masyarakat Indonesia terhadap prilaku aparat kepolisian.

Rekayasa polisi terhadap Reza mengingatkan kita pula pada putusan Mahkamah Agung (MA) baru-baru ini yang menelanjangi rekayasa polisi dalam kasus narkoba dengan korban Rudy Santoso (40). Dalam putusan kasasinya, MA menganulir vonis 4 tahun penjara terhadap Rudy dan mengungkap penjebakan polisi Polda Jawa Timur terhadap Rudy.

Rudy digerebek polisi di kos-kosannya di Rungkut, Surabaya, pada 2011 silam. Sesaat sebelum digerebek, menyelinaplah Susi untuk menaruh sabu di toilet kos-kosan Rudy. Susi hingga kini masih misterius karena dibiarkan pergi oleh 4 penyidik yang menggerebek. Pada 1 Maret 2012, PN Surabaya menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya pada 22 Mei 2012.

Merasa dirinya dizalimi, sales obat nyamuk tersebut mengajukan kasasi ke MA dan memohon MA membebaskannya. Permohonan pria kelahiran Tuban, 4 April 1971 itu dikabulkan MA. Hakim agung Mayjen (Purn) Timur Manurung, hakim agung Dr Salman Luthan dan hakim anggota Dr Andi Samsan Nganro membebaskan Rudy dan memulihkan hak-hak Rudy dalam kemampuan, harkat dan martabatnya.

Meski sudah ditelanjangi MA dalam kasus Rudy ini, namun pihak kepolisian secara kelembagaan tetap tidak mau mengakui kesalahan aparatnya, malah melemparkan kesalahan kepada pihak kejaksaan.

Bahwa banyak anggota polisi cenderung melakukan rekayasa kasus, bukanlah tuduhan mengada-ada. Catatan akhir tahun 2013  Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), bisa kita jadikan salah satu pegangan untuk memperkuat tuduhan tersebut. Menurut catatan Kompolnas, sepanjang tahun 2013, angka rekayasa kasus oleh aparat Kepolisian cukup tinggi. Bahkan, dalam banyak kasus yang direkayasa, aparat kepolisian berkolaborasi dengan aparat kejaksaan. 

Berkaca pada pemaparan di atas, maka perlu disadari bahwa semua orang rawan untuk menjadi korban rekayasa kasus oleh aparat kepolisian. Kasus yang paling mudah direkayasa aparat kepolisian adalah kasus narkoba, dengan cara memasukkan narkoba ke dalam kantong, tas atau rumah korban. Bahkan ada yang paling ganas, dengan memaksa korban mengonsumsi narkoba, sehingga bisa dibuktikan sebagai pemakai narkoba melalui tes urine. 

Karena itu, selalulah waspada, agar tidak terperangkap dalam rekayasa aparat kepolisian. Kalau kita sudah berhati-hati, ternyata menjadi korban juga, maka jangan dulu menyerah, namun lakukanlah perlawanan melalui jalur hukum atau praperadilan. Kalau ternyata, langkah itu tidak mampu juga menyelamatkan kita, maka berserah dirilah kepada Yang Maha Kuasa dan berdoa agar para oknum polisi yang melakukan rekayasa diberi Yang Maha Kuasa hukuman berat yang akan membuat diri dan keluarganya tersiksa dan terhina di dunia dan akhirat.